Kamis, 03 Januari 2019

Tunjangan Khusus, Nutrisi Bagi Guru di Daerah Terpencil (Catatan Awal Tahun)

Tunjangan Khusus, Nutrisi Bagi Guru di Daerah Terpencil
(Catatan Awal Tahun)
 Oleh: Asyuni Keledar, S.Pd*


Senyum bahagia itu, nampak terlukis indah di wajah-wajah nan gosong. Tak henti-henti bibir yang terlihat mengering itu komat-kamit mengucapkan syukur kepada Yang Maha Kuasa. Keceriaan yang menghapus seluruh wajah nan gosong akibat paparan matahari dan bibir kering akibat dehidrasi selama berkarya di wilayah khusus dengan segala keterbatasan dan kesulitan hidup yang ada. Para Pahlawan yang biasa duduk berjam-jam di atas perahu jhonson, bermandikan ombak di bawah terik matahari itu, kini mendapat injeksi nutrisi sebagai konsekuensi bertugas di daerah khusus, yakni Tunjangan Daerah Khusus. Tunjangan ini sangat didambakan oleh semua Guru yang berkarya di kampung-kampung yang jauh dari perkotaan, di mana kegelapan dan kesunyian adalah sahabat karib yang setia menemani dan mendengar keluh kesah mereka.
Contohnya adalah Distrik Karas. Distrik paling ujung di perbatasan Fakfak-Kaimana yang masuk dalam kategori daerah khusus ini memiliki akses perjalanan yang sangat riskan. Untuk sampai ke sana, tidak ada pilihan lain kecuali menggunakan perahu jhonson dengan segala resiko perjalanan yang sangat tinggi dan melelahkan. Pemandangan alam yang seharusnya memanjakan mata, terkadang berubah menjadi wabah yang membuat mata perih dan merah akibat hantaman air laut yang menjadi hal rutin bagi pengunjung distrik tersebut. Yaa,,,perjalanan yang membuat jantung berdetak keras dan membuat pikiran tidak normal saat berlaga di antara gelombang laut dan tebing-tebing karang yang menjulang.
Tidak hanya perjalanan yang penuh resiko, para Pahlawan di distrik tersebut dengan sabar melaksanakan tugas dengan segala keterbatasan yang ada. Beberapa di antaranya harus tinggal di rumah dinas yang sudah tua, bahkan ada yang numpang rumah warga. Meski demikian, Para "Pahlawan Kampung" ini bukanlah orang-orang cengeng yang terus-menerus mengeluh dalam kehampaan. Mereka adalah manusia-manusia tegar yang sudah terbiasa dengan kultur orang pinggiran. Namun di lubuk hati yang dalam, tertanam harapan akan terpenuhinya hak-hak mereka. Karena itulah satu-satunya harapan mereka untuk menghapus wajah-wajah gosong dan bibir kering mereka.
Catatan awal tahun ini dimaksudkan untuk membuka semangat baru dalam berkarya. Singkatnya, Tunjangan Khusus bak nutrisi bagi Para "Pahlawan Kampung". Semoga nutrisi ini diharapkan akan menjadi energi baru untuk kembali memberikan pelayanan yang lebih baik kepada Anak-Anak bangsa di tempat terpencil. Komitmen Para "Pahlawan Kampung" untuk tetap semangat bertugas sudah tertanam sejak awal. Dan kini energi baru terus dirasakan karena do'a dan harapan untuk mendapatkan tunjangan ini telah terkabulkan. Walaupun ini adalah perdana, namun tersimpan harapan agar tahun-tahun berikutnya tetap menikmati tunjangan ini.
Terima kasih kepada Pemerintah Pusat maupun Daerah yang telah mencetuskan program ini dan mengawalnya hingga sampai kepada para "Pahlawan Kampung" yang bertugas di perkampungan di daerah khusus. Salam semangat untuk tetap memberikan pelayanan terbaik bagi bangsa dan negara.


*Penulis adalah Kepala Sekolah pada SD Negeri Antalisa, Distrik Karas, Fakfak, Papua Barat, sejak tahun 2011.


Senin, 31 Desember 2018

GAME MACROMEDIA FLASH PLAYER 8, ALTERNATIF BARU MEMPERKENALKAN HURUF KEPADA ANAK DALAM WAKTU SINGKAT


GAME MACROMEDIA FLASH PLAYER 8, ALTERNATIF BARU
MEMPERKENALKAN HURUF KEPADA ANAK
DALAM WAKTU SINGKAT
(Oleh: Asyuni Keledar, S.Pd)*
 


Membaca adalah kunci untuk menguasai dunia. Demikianlah kata-kata bijak yang sering terdengar dari orang-orang bijak saat memberikan motivasi kepada seseorang. Sebab dengan membaca, seseorang bisa memperoleh informasi sebanyak-banyaknya tentang segala sesuatu yang terjadi di belahan bumi lain terutama di era digital saat ini. Namun demikian, kemampuan membaca hanya dapat diperoleh setelah seseorang mengenal huruf terlebih dahulu. Di sinilah tantangan utama Guru kelas awal di desa-desa terpencil yang minus fasilitas dan minus Taman Kanak-Kanak, yakni bagaimana menyulap siswa kelas 1 untuk bisa mengenal abjad. Karena dengan mengenal abjad, siswa bisa mengeja dan membaca sehingga bisa membuka jendela pengetahuan untuk menatap dan berkarya di atas dunia nan luas.

Untuk memenuhi harapan agar bisa membaca, maka berbagai macam metode pengenalan huruf pun diterapkan oleh Guru kelas 1. Baik yang konvensional maupun yang modifikatif. Namun tantangan yang dihadapi para Guru kelas 1 tidaklah sederhana. Karena pesatnya perkembangan teknologi informasi dengan berbagai varian produk yang dihasilkan telah menginvasi seluruh kalangan tanpa membiarkan sedikitpun yang tersisa. Baik di kota-kota besar sampai pinggiran desa pada semua tingkat generasi, termasuk anak-anak sekolah dasar kelas 1. Anak-Anak lebih asyik dan sanggup duduk berlama-lama di depan TV, game, atau film-film kartun di smartphone atau laptop ketimbang duduk serius memperhatikan penjelasan Guru di dalam kelas. Dampaknya sangat besar terhadap perkembangan pendidikan Anak baik psikologi maupun akademiknya. Karena waktu belajar mereka banyak terbuang saat menikmati game dan film. Bahkan Penulis pernah mendengar dari beberapa oknum masyarakat di salah satu distrik di Kabupaten Fakfak bahwa Guru-Guru SLTP pada distrik tersebut mengeluh karena ada lulusan Sekolah Dasar dari kepulauan yang belum bisa membaca, sehingga mereka tidak betah di sekolah dan sering membolos. Hal ini dibenarkan pula oleh beberapa Guru Sekolah Dasar yang sempat Penulis temui. Di sekolah tempat Penulis mengajar, pun ada kasus di mana ada siswa yang asyik nonton film saat Guru sedang mengajar. Jika hal ini dibiarkan berlarut, mungkinkah penyerapan ilmu bisa maksimal? Lalu, siapa yang harus disalahkan dalam hal ini? Yang jelas, kunci keberhasilannya ada pada kreatifitas seorang Guru dalam memanfaatkan moment dan kecenderungan perilaku Anak, lalu menerapkan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan kondisi riil Anak-Anak sudah terlanjur basah dengan aroma teknologi.

Oleh karena itu, untuk membuat perkembangan teknologi ini menjadi seimbang dengan kebutuhan orang tua terhadap pendidikan Anak-Anak mereka, maka para ahli di bidang pendidikan pun mengambil manfaat dari perkembangan teknologi ini kemudian menciptakan perangkat keras maupun digital berbasis aplikasi agar bisa digunakan dalam pembelajaran di sekolah-sekolah termasuk untuk memperkenalkan huruf kepada siswa kelas 1. Dan salah satu aplikasi digital yang bisa diracik dalam bentuk game untuk memperkenalkan huruf kepada siswa kelas 1 adalah Macromedia Flash Player 8. Selanjutnya tulisan ini dimaksudkan untuk menyajikan manfaat dari aplikasi Macromedia Flash Player 8 yang telah Penulis racik dalam bentuk game, hingga tingkat keberhasilan yang dicapai setelah melakukan pengujian.

Usia Minimal untuk Memperkenalkan Huruf

Jika merujuk kepada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 17 Tahun 2017[1], maka kegiatan memperkenalkan huruf baru akan dilakukan pada saat berusia 7 tahun yakni ketika duduk di bangku kelas 1 SD. Dalam Kurikulum 2013, kegiatan memperkenalkan huruf kepada anak-anak baru akan dimulai pada Tema 1 Pembelajaran 3[2], yakni di bulan pertama awal tahun pelajaran berjalan. Jika kita memperhatikan materi pembelajaran pada tema-tema selanjutnya , maka siswa akan mengalami kesulitan menyelesaikan tugas yang diberikan guru, jika anak-anak belum tuntas dalam mengenal huruf.

Anak-Anak Senang Bermain Game dan Nonton Film adalah Sebuah Fakta

Gambar ini memperlihatkan Anak-Anak yang sedang asyik bermain game.
Sumber:

Usia 4 sampai dengan 7 tahun adalah tahap di mana anak-anak mulai tertarik melakukan eksplorasi sendiri[3]. Sebagaimana telah disampaikan sebelumnya bahwa anak-anak sekarang lebih menyukai produk teknologi digital. Mereka lebih lama duduk di depan TV, game, atau film-film kartun di smartphone atau laptop. Fenomena ini tidak hanya melanda anak-anak di perkotaan namun sudah melanda sampai ke pelosok desa terpencil sekalipun. Oleh karena itu jika anak-anak era digital ini bila disuruh untuk memilih menggunakan perangkat digital atau belajar dengan gurunya, maka mereka cenderung untuk memilih TV, game, atau film-film kartun di smartphone atau laptop. Sebuah situs yang beralamat di http://seputarduniaanak.blogspot.com/2011/10/mengapa-anak-lebih-suka-main-game.html,  memperlihatkan kegerahan orang tua dalam menghadapi kenyataan bahwa anak-anak lebih senang bermain game ketimbang belajar di sekolah atau di rumah, sehingga mendorongnya untuk meminta solusi lewat media social. Ini baru sebagian kecil yang dimuat di media social. Berapa banyak lagi anak-anak kita di rumah yang ketagihan game, film yang sengaja dibiarkan oleh para orang tua?

Membuat Game Edukatif untuk Memperkenalkan Huruf

Kecenderungan Anak-Anak terhadap game dan film tersebut, jika dikelola dengan baik maka akan mempermudah seorang Guru dalam memecahkan masalah Anak-Anak didiknya untuk mengenal huruf secara lengkap tanpa melanggar hak azasi Anak untuk  bebas dari tekanan orang dewasa. Karena itulah Macromedia Flash Player 8 bisa menjadi salah satu metode yang paling ampuh untuk mengatasi masalah Guru kelas 1 dalam memperkenalkan huruf, sekaligus mengakomodir kecenderungan Anak-Anak dalam menggunakan teknologi digital. Serta manfaat lainnya adalah siswa dengan suka hati mau belajar sendiri dalam suasana yang menyenangkan.

Content Game Macromedia Flash Player 8

Macromedia adalah sebuah perusahaan perangkat lunak yang bergerak di bidang grafis dan pengembangan web. Perusahaan ini didirikan pada tahun 1992 dan telah berkembang pesat pada tahun 1990-an dan 2000-an.[4] Salah satu programnya adalah Macromedia Flash Player. Untuk mendesain aplikasi ini menjadi sebuah game menarik cukup simple. Berikut adalah tampilan Macromedia Flash Player 8 setelah dibuka.



Langkah selanjutnya adalah mendesain menu game dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia pada aplikasi. Dilanjutkan dengan pengisian suara dengan menggunakan fasilitas rekaman yang ada pada laptop atau handphone dan memanfaatkan youtube untuk mengambil film-film anak kemudian diinsert ke dalam game sebagai rangsangan atau motivasi. Dalam game yang  penulis gunakan untuk uji coba tersebut, penulis membaginya dalam 2 bagian, namun tetap terintegrasi dalam 1 game. Bagian yang pertama adalah menampilkan beberapa huruf dalam satu kelompok di sebelah kanan dan satu huruf yang akan ditanyakan diletakkan sendiri di sebelah kiri. Saat tombol “Play” di-klik, secara otomatis akan muncul perintah dalam bentuk audio yang sudah diinsert sebelumnya. Contoh perintah tersebut berbunyi “Ayo Husna! Di mana letak huruf A?” Perintah dalam bentuk penyebutan nama Anak secara langsung seperti ini dimaksudkan untuk lebih memancing perhatian si Anak bahwa perintah itu ditujukan kepada dirinya. Di samping itu si Anak merasa senang karena namanya yang disebut di dalam game, bukan orang lain.

Setelah perintah itu, maka dalam waktu yang bersamaan, akan muncul tampilan seperti gambar di bawah ini.

Untuk menjawab pertanyaan tersebut, si Anak hanya disuruh untuk memperhatihan huruf A yang berada di sebelah kiri kemudian mencari huruf serupa dalam kumpulan huruf di sebelah kanan kemudian meng-klik. Jika jawabannya salah maka secara otomatis akan muncul suara seperti ini “Salah”. Dan si Anak bisa mengulang kembali jawabannya dengan meng-klik tombol huruf yang lain yang dianggapnya benar. Sebaliknya, jika jawabannya benar, maka akan ada pujian dalam bentuk audio seperti ini  “Benar”, dan secara otomatis layar akan berubah ke tampilan berikutnya dengan pertanyaan tentang huruf berikutnya sampai 13 huruf pertama. Penulis sengaja membatasi demikian karena pertimbangan kebosanan. Dan setelah berhasil menjawab dengan benar 13 pertanyaan pada bagian pertama, maka akan tampil ucapan selamat dan di situ juga tersedia tombol video yang berisi film anak edukatif. Dalam film ini pun, penulis potong, agar sebagian potongannya bisa ditonton setelah menjawab 13 huruf berikutnya. Rasa penasaran setelah menonton potongan film pertama, membuat sang Anak untuk berusaha menjawab pertanyaan-pertanyaan berikutnya untuk bisa menikmati potongan film berikutnya Dan selama proses menjawab pertanyaan-pertanyaan untuk mendapatkan film anak edukatif, si Anak tetap dihibur dengan lagu-lagu dalam bentuk video yang diposisikan di sebelah kiri kumpulan huruf sebagaimana pada gambar di bawah ini.
 

Setelah Anak melewati potongan film kedua, maka secara otomatis akan diarahkan ke menu-menu game berikutnya dengan hadiah berupa film-film anak yang lebih menarik dari sebelumnya. Pada game berikut ini, huruf yang terdapat di sebelah kiri tidak lagi ditampilkan. Posisi-posisi huruf dalam kelompok pun diacak kembali untuk menghindari kemungkinan sang Anak hanya menghafal posisi huruf. Pembagiannya sebagaimana sebelumnya, yakni 13 huruf pada bagian pertama dengan potongan film bagian pertama, dan 13 huruf berikutnya dengan potongan film kedua. Adapun film yang penulis gunakan di dalam game ini adalah Dongeng Tentang Seekor Tikus yang penulis download dari youtube, sebagaimana gambar di bawah ini.


Setelah game ini dibuat, selanjutnya penulis perkenalkan kepada Ananda Ayatul Husna di hari pertama untuk menguji keberhasilan game ini. Selanjutnya Ananda Ayatul Husna sendiri yang membuka laptop dan mencari menu game Macromedia Flash Player 8 kemudian menjawab pertanyaan-pertanyaan dalam game tersebut secara mandiri sampai menemukan film-film favoritnya.

Dalam waktu kurang lebih tiga minggu, Ananda Ayatul Husna yang saat itu baru berusia 4 tahun lebih, mampu mengenal semua huruf yang disodorkan kepadanya. Sekarang ia sudah berusia 5 tahun pada tanggal 20 Agustus 2018, dan mulai membaca setiap kata dengan cara mengeja. Namun karena secara psikologi, anak usia 5 tahun tidak boleh dipaksakan untuk membaca, maka penulis hanya mengajarnya di saat ia bertanya tentang teks yang dibacanya atas inisiatif sendiri.
 

Ananda Ayatul Husna sedang aktif menjawab pertanyaan dalam Game


Sebagai simpulan, membuat game edukatif dengan memanfaatkan aplikasi Macromedia Flash Player 8, bisa menjadi alternative baru untuk memperkenalkan huruf kepada Anak-Anak Sekolah Dasar dengan tingkat keberhasilan yang sangat tinggi. Logika sederhananya adalah jika Anak seusia Ayatul Husna saja mampu mengenal huruf secara sempurna, maka anak usia Sekolah Dasar jauh lebih mampu. Keunggulan memanfaatkan game ini adalah kedekatan Anak-Anak zaman sekarang yang cenderung lebih akrab dengan teknologi dibanding cara belajar yang didominasi oleh peran guru. Semoga tulisan ini bermanfaat dan menginspirasi para pembaharu pendidikan untuk mengembangkannya lebih lanjut.



























*Penulis adalah Kepala Sekolah pada Sekolah Dasar Negeri Antalisa, Distrik Karas,  

  Kabupaten Fakfak, Sejak Tahun 2011.



[1] (https://kemdikbud.go.id/main/files/download/d62bcdd6c2e6631) versi online. Dikunjungi Penulis pada Tanggal 01 September 2018, Pukul 08.43 WIT.

[2] Buku Kurikulum 2013, Tema 1 Pembelajaran 3.

[3] (https://id.wikipedia.org/wiki/Determinasi_Teknologi_(Dampak_Pada_Anak)). Dikunjungi Penulis pada Tanggal 01 Setember 2018, Pukul 09:36 WIT.

[4] (Sumber: https://id.wikipedia.org/wiki/Macromedia, dikunjungi Penulis pada Tanggal 2 September 2018, Pukul 08:34 WIT).